Mengelola Keuangan Keluarga : Soal Keinginan dan Rasa

Tawaran menggiurkan datang dari segala penjuru. Bahkan tak sedikit yg memotivasi kami untuk 'maaf' mengambil pembiayaan.
Perkaranya bukan sekedar mampu atau tidak mampu, mau atau tidak mau. Tapi lebih pada soal prinsip dan rasa.
Tak apalah jika kami masih disebut bermental kere, jika kami masih asik dengan metode konvensional yaitu menabung. Kami hanya sedang berupaya menanamkan dalam diri kami sekeluarga, bahwa untuk meraih sesuatu, janganlah melupakan perjuangan. Dan di saat banyak orang memilih jalan perjuangan X, kami ingin mencoba jalan kami, bukan agar mendapat keistimewaan, tapi karena kamipun sedang belajar. Belajar mengelola keuangan keluarga, dengan mengelola keinginan dan mengelola rasa.


Menabung
Metode yang mungkin terdengar konvensional di jaman sekarang. Tapi jangan salah, pakar keuangan semodern manapun, tidak akan menghapus metode ini sebagai salah satu tips dalam pengelolaan keuangan keluarga. Bahkan pada suatu hari, ketika saya menemukan teori keuangan yang membahas mengenai porsi pengelolaan penghasilan, metode ini masih dimasukkan dalam rumus, meski porsinya mungkin tidak begitu besar. Demikian kalo tidak salah ingat, porsi untuk cicilan tidak boleh lebih dari 35% dari penghasilan, porsi pemenuhan kebutuhan sehari-hari adalah 40%, porsi menabung 10%, dan sisanya untuk investasi.
Tapi boleh dong, kami punya rumus sendiri...Versi kami, untuk cicilan yang tidak lebih dari 35% itu kami alokasikan untuk investasi  dalam rangka pemenuhan kebutuhan primer yang belum bisa kami penuhi saat ini. Seperti misalnya, rumah, kendaraan, perabot, biaya pendidikan, ongkos naik haji dan sebagainya. Sampai kemudian kamipun mendapatkan ilmu tentang pilihan investasi yang tepat. Disebutkan jika kami membutuhkan dana itu, kurang dari 3 tahun, maka investasi dengan deposito (syariah tentunya) lebih baik dari investasi emas. Sedangkan jika dana itu kami butuhkan dalam waktu di atas 3 tahun, maka investasi dengan emas lebih menjanjikan. Porsi lainnya selain investasi tadi adalah tentu saja menabung walaupun porsinya mungkin tidak banyak. Menabung ini adalah untuk persediaan ketika dibutuhkan dalam kondisi mendesak. Kemudian porsi pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kiriman untuk orang tua serta satu hal penting yang tidak boleh kami lupakan adalah porsi dana sosial (zakat, infaq, shodaqoh, juga kami masukkan di sini hadiah). Kewajiban seorang Muslim yang telah memiliki kemampuan penghasilan mencapai nishab adalah zakat 2,5%. Angka 2,5% ini adalah angka minimal yang wajib dikeluarkan seorang Muslim. Hemat saya, bagi mereka yang memang penghasilannya sudah mencapai nishab, maka menjadi angka wajib untuk berzakat, sedangkan bagi mereka yang mungkin belum mencapai nishab, tetap menyisihkan angka minimal tersebut untuk infaq atau shodaqoh setiap bulannya.
Hasil akhirnya adalah semoga. tidak besar pasak dari pada tiang, dan tentu saja, kita semua berharap keberkahan dari Allah swt. atas apa yang dititipkan kepada kita.

Semoga kelak ada pelajaran berharga yang bisa kami ambil dan kami bagi.

Komentar

Postingan Populer