Rela Menerima Pengaruh dari Pasangan

Oleh: ustadz Cahyadi Takariawan.
Salah satu faktor penting yang menjadi kunci kebahagiaan hidup berumah tangga adalah ketemunya chemistry penyatuan jiwa suami dan istri. Mereka menjadi satu jiwa; yang utuh, saling terikat dengan rumus yang tepat, sehingga tidak ada godaan yang bisa memisahkan mereka. Saya menyebut kondisi ini dengan “kesejiwaan”, suami dan istri yang sudah menemukan chemistry hubungan dan memiliki ikatan yang kokoh (mitsaqan ghalizha) tak terpisahkan.

Untuk mencapai situasi kesejiwaan ini tidak mudah, walaupun juga tidak susah. Hanya memerlukan kesabaran dalam melalui prosesnya yang tampak rumit. Saya akan mengajak anda untuk menguraikan kerumitan-kerumitan proses tersebut dengan cara-cara yang sederhana dan insyaallah mudah dilakukan. Siapkan diri bersama pasangan untuk melakukan beberapa langkah yang akan saya uraikan satu per satu untuk memudahkan memahami bagaimana cara menemukan kesejiwaan.

Ada banyak cara atau langkah yang bisa dilakukan oleh suami dan istri dalam upaya menemukan kesejiwaan. Pada postingan kali ini, saya akan menguraikan satu cara terlebih dahulu. Cara-cara lainnya akan saya sampaikan pada kesempatan yang lain, insyaallah.

Menerima Pengaruh Pasangan

Inilah cara pertama dalam menemukan kesejiwaan suami dan istri: Terimalah pengaruh dari pasangan anda. Setelah menikah, anda harus membuka diri seluas-luasnya untuk berubah bersama pasangan. Anda harus merelakan adanya intervensi dalam kehidupan baru bersama pasangan. Tidak bisa lagi anda bersikukuh mempertahankan ‘orisinalitas’ diri anda, tanpa mau berubah bersama pasangan. Inilah konsekuensi hidup berumah tangga.

Pada saat resepsi pernikahan, anda banyak mendapatkan hadiah serta ucapan selamat. Banyak orang mengucapkan kalimat “Selamat Menempuh Hidup Baru” kepada pengantin berdua. Anda pasti masih ingat ucapan dan harapan seperti itu dari keluarga, sanak saudara, serta sahabat-sahabat anda saat melaksanakan upacara resepsi pernikahan. Ucapan itu memiliki pesan yang mendalam, bahwa usai akad nikah, anda dan pasangan benar-benar menempuh sebuah kehidupan yang baru sama sekali. Sebuah dunia yang bertanggung jawab dan unik.

Di antara yang baru dalam kehidupan setelah pernikahan adalah kejiwaan yang baru, hasil bentukan dari jiwa suami serta jiwa istri yang terikat dengan rumus tertentu yang tepat. Jiwa baru ini tidak terbentuk dengan sendirinya hanya karena ada akad nikah, namun ia terbentuk dengan sebuah proses. Suami dan istri berinteraksi setiap hari dan menyusun puzle jiwa dalam satu bidang kehidupan. Suami membawa keping puzle jiwanya, istri membawa keping puzle jiwanya, lalu mereka berdua bekerja sama menyusun keping-keping puzle jiwa mereka untuk memenuhi bidang kehidupan rumah tangga mereka berdua. Bentuk keping puzle mereka berdua tidaklah sama, tidaklah berbentuk kotak-kotak sama sisi yang mudah untuk ditata dan mudah untuk diletakkan memenuhi bidang.

Kenyataannya keping puzle yang mereka bawa berbentuk tidak beraturan, maka ketika disusun untuk memenuhi bidang kehidupan, selalu ada rongga sisa. Ada ruang kosong yang tidak terisi. Satu-satunya cara untuk memenuhi ruang-ruang kosong tersebut adalah dengan mengubah bentuk keping puzle bersama-sama. Suami bersedia mengubah bentuk keping puzle-nya, istri bersedia mengubah bentuk keping puzle-ya. Dengan cara ini, semua bidang akan terisi dan terpenuhi oleh keping puzle mereka berdua.

Berapa lama waktu yang mereka perlukan untuk memenuhi bidang tersebut, tergantung dari berapa lama waktu yang mereka sediakan untuk berubah, menerima pengaruh dari pasangan

1. Membuka Diri untuk Berubah

Hal pertama kali yang harus anda lakukan adalah membuka hati, pikiran dan jiwa untuk berproses dan berubah bersama pasangan. Anda bukan lagi seorang jomblo yang hidup bebas. Anda bukan lagi sosok bujang yang hidup tanpa beban. Anda berdua adalah sosok baru yang hidup bersama dalam sebuah ikatan sakral atas nama Allah. Sepenuhnya anda berdua harus menyadari hal ini. Jangan lagi berpikiran, berperasaan, berperilaku seperti ketika belum menikah.

Kesediaan untuk berubah ini menjadi sagat penting, mengingat anda tidak bisa menuntut pasangan anda saja yang berubah menyesuaikan keinginan dan selera anda. Tidak bisa. Anda terikat satu dengan yang lainnya, dan berinteraksi secara sangat intim, maka pasti memberikan pengaruh satu dengan yang lain. Jangan hanya menuntut pasangan yang berubah, karena cara pandang seperti ini sangat ego-sentris. Sangan “aku”, padahal pasangan anda juga memiliki harapan serta keinginan kepada anda.

“Mengapa kamu tidak mau berubah menyesuaikan dengan harapanku?” menjadi pertanyaan absurd jika hanya berbentuk tuntutan sepihak. Pernyataan yang lebih layak dilontarkan adalah, “Apa harapanmu kepadaku, aku akan berusaha memenuhinya”. Identitas yang dijadikan tolok ukur bukanlah diri anda, suami ataupun istri. Namun anda harus menyepakati identitas baru sebagai jalan tengah dan titik temu untuk perubahan anda berdua.

Anda sejak kecil sampai dewasa memiliki cara, gaya serta selera makan tertentu. Setelah menikah, anda harus bersedia untuk mengubah cara, gaya serta selera makan tersebut apabila ternyata hal itu menggangu kenyamanan hubungan dengan pasangan. Sejak kecil sampai dewasa anda memiliki cara dan gaya tidur tertentu. Setelah menikah, anda harus bersedia untuk mengubah cara dan gaya tidur tersebut apabila ternyata hal itu menggangu kenyamanan hubungan dengan pasangan.

Sejak kecil sampai dewasa anda memiliki cara dan gaya tertentu dalam berpenampilan. Setelah menikah, anda harus bersedia untuk mengubah cara dan gaya penampilan tersebut apabila ternyata hal itu menggangu kenyamanan hubungan dengan pasangan. Sejak kecil sampai dewasa anda memiliki cara dan gaya tertentu dalam berbicara. Setelah menikah, anda harus bersedia untuk mengubah cara dan gaya bicara tersebut apabila ternyata hal itu menggangu kenyamanan hubungan dengan pasangan.

Demikian seterusnya, anda tidak bisa mempertahakan ciri anda sendiri ketika sudah menikah. Anda harus memiliki kesiapan dan kesediaan untuk berubah, karena pengaruh pasangan. Bisa saja anda tidak peduli pada penilaian orang lain, mungkin saja anda tidak memperhatikan komentar orang terhadap anda, namun anda harus peduli dengan penilaian serta komentar pasangan terhadap anda.

Kalimat “aku tidak bisa berubah, terimalah aku apa adanya” jelas pernyataan yang salah. Semua manusia bisa berubah sepanjang ia mau berubah. Tidak layak mempertahankan sesuatu kebiasaan yang mengganggu kenyamanan hubungan dengan pasangan.

2. Terimalah Pengaruh Positif Pasangan

Hal-hal positif dari pasangan sangat layak untuk anda terima dalam diri anda. Misalnya gaya hidup yang sehat, teratur dan disiplin. Bisa jadi selama ini anda tidak begitu peduli dengan kesehatan diri, anda memiliki gaya hidup yang tidak sehat, tidak teratur dan tidak disiplin. Ada suami yang sejak muda terbiasa merokok, begadang sampai larut malam, tidak pernah olah raga, makan sembarangan dan gaya hidup tidak sehat lainnya. Sedangkan sang istri sangat peduli dengan kesehatan, memperhatikan jenis dan pola makan, disiplin dengan jam tidur, serta menjauhi hal-hal yang merusak kesehatan.

Hendaknya suami tersebut membuka diri untuk menerima pengaruh positif dari istri berupa gaya hidup yang sehat, disiplin dan teratur. Anda tidak bisa lagi mengatakan “Terserah aku mau merokok atau tidak”, karena pengaruh rokok bukan hanya anda rasakan sendiri. Setelah menikah, dampak dari suami merokok bisa dirasakan oleh istri dan anak-anak. Perokok pasif bisa menderita penyakit, maka suami yang perokok berat bisa mempengaruhi kesehatan istri, anak-anak dan anggota keluarga lainnya.

Kebiasaan begadang hingga larut malam bahkan hingga pagi yang dari masa muda dimiliki, tidak bisa lagi dipertahankan walaupun atas nama pertemanan. Maka pertanyaan “Apakah pernikahan itu mengekang?”, jawabannya bisa iya dan bisa tidak. Iya, mengekang, untuk perilaku negatif dan mengganggu kenyamanan pasangan. Suami dan istri harus bersedia dikekang atau mengekang diri untuk tidak melakukan hal-hal negatif dan mengganggu kenyamanan pasangan. Tidak mengekang, untuk perbuatan positif dan menyenangkan pasangan.

Contoh lain adalah kebiasaan rajin serta taat ibadah. Misalnya ada seorang istri yang sejak kecilnya kurang rajin ibadah, mendapatkan suami yang sangat rajin serta taat ibadah. Hendaknya sang istri menerima pengaruh posisitif dari suami untuk berubah menjadi sosok istri yang rajin dan taat ibadah. Penyesuaian diri dalam hal positif seperti ini hendaknya dibuka seluas-luasnya, agar bisa mendapatkan kebaikan optimal dalam hidup berumah tangga.

Komentar

Postingan Populer